Ibarat tubuh manusia, Cuaca – Iklim juga terdiri dari organ-organ tubuh yaitu udara bumi dan Cahaya matahari. Kalau salah satu organ tubuh tersebut sakit maka dapat dipastikan seluruh tubuh akan merasakan sakit. Begitupun Kalau
salah satu faktor aik udara, bumi atau cahaya matahari terganggu maka cuaca yang terbentuk akan menjadi ekstrim dan gejala perubahan cuaca dalam jangka panjang yang biasa disebut sebagai perubahan Iklim (Climate Change). Cahaya matahari sebagai faktor alam yang penting, sesungguhnya relatif konstan kegiatannya sejak tahun 1860 terutama dari pengamatan jumlah bintik-bintik mataharinya (Sun SpotsNumbers). Lain halnya dengan faktor udara dan bumi, keduanya mengalami perubahan yang drastis pada dua-tiga dasawarsa terakhir ini. Itulah yang sekarang menjadi isu dunia dengan istilah Global Warming (Pemanasan Global). Dalam laporannya, IPCC ( Intergovernmental Panel on Climate Change ) yang pada akhir tahun 2007 bersidang di Nusa Dua Bali, memprediksi kenaikan Suhu udara rata-rata dunia sebesar 1.4 – 5.8 °C ditahun 2100 nanti. Hal ini dikarenakan aktifitas manusia terutana disektor industri, pembangkit tenaga listrik, dan transportasi yang mengeluarkan gas-gas rumah kaca terutama Carbondioksida ( CO2 ). Hasil observasi konsentrasi CO2 di Maona Loa Hawaii sejak tahun 1960 s/d 2005 meningkat sapai 20 %. Demikian pula di Indonesia menurut catatan Stasiun GAW (Global Atmosferic Watch) Kototabang Bukittinggi Sumatera Barat Ternyata juga mengalami kenaikan konsentrasi CO2, semenjak diadakan pengukuran pada taun 2004. Pada ngara-negara maju seperti Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Jerman, Kanada dan Inggris ternyata menjadi pemasok utama CO2 di dunia. Sementara itu di negara-negara berkembang, laju pemakaian kendaraan bermotor kian meningkat jumlahnya, disamping adanya kegiatan peneangan hutan yang dilakukan secara besar-besaran. Akibatnya komposisi gas di udara dan sifat fisis permukaan bumi telah mengalami gangguan karena kegiatan manusia.
Dampak Pemanasan Global
Para pakar berkeyakinan bahwa terjadinya kenaikan suhu udara dalam jangka panjang
akan berdampak mencairnya es di kutub sehingga diperkirakan bakal terjadi keaikan permukaan air laut setinggi 9 – 88 cm di tahun 2100. Jika ini benar-benar terjadi maka pasang air laut dan sunai akan masuk jauh ke daratan sehingga mengakibatkan seringnya terjadi banjir di pesisir-pesisir pantai dan tepian sungai. SaljuSalju Pegunungan Himalaya di India, Kilimanjaro di Tanzania dan Alpen di Italia juga diramalkan akan mencair. Pulau-pulau kecil akan hilang dan tenggelam. Itulah sebabnya Pemerintah Kepulauan Maladewa di Samudera Hindia berencana berimigrasi kenegara tetangganya Srilanka. Bila suhu laut meningkat maka kemungkinan terjadi perubahan arus laut yang dapat mempengaruhi pola hujan dan musim. Cuaca ekstrim seperti hujan es, angin puting beliung, Petir diramalkan bakal meninkat baik skala maupun frekuensinya. Musim menjadi tidak menentu dan sulit untuk diprediksi. Misalnya disatu wilayah terjadi hujan terus menerus sementara di tempat lain terjadi kekeringan yang berkepanjangan. Intensitas hujan cenderung lebih lebat dengan butiran air hujan lebih besar. Sementara itu Hama dan dan penyakit Tanaman mudah berkembang terutama Virus dan serangga. Epidemi nyamuk berkembang pesat didaerah-daerah baru serta banyaknya orang stress akibat panasnya udara disiang hari terutama dikota-kota besar. Biota-biota lautpun akan berimigrasi ke arah Kutub untuk mencari habitat yang lebih nyaman. Pendek kata terjadinya pemanasan global akan membawa dampak yang sangat merugikan, bahkan bisa menjadi bencana bagi mkhluk hidup.
Bagaimana di Kalimantan Selatan
Kalimantan Selatan sebagaimana tempat-tempat lain di
Indonesia pada umumnya mengalami penyusutan areal hutan semenjak 1980-an, sehingga terjadi tanah-tanah kritis di sepanjang Daerah Aliran Sungainya. Bahkan penambangan Batubara yang dilakukan secara serampangan ditengarai juga menambah kerusakan permukaan lahan. Berdasarkan pengamatan ditahun 1980-an di Sangatta Kalimantan Timur dalam setahun hutan yang ditebang sejauh 12 km di sepanjang Daerah Aliran Sungainya (DAS). Akibatnya sekarang, dikala terjadi hujan mudah erosi dan terjadi banjir. karena tiadanya lagi tajuk tanaman dan perakaran yang menahannya. Sedangkan bila kemarau tiba air cepat menghilang, karena berkurangnya mata air dan penyusutan air tanah. Proses sedimentasi sungai akan lebih cepat sehingga sungai menjadi dangkal dan daya tampung dari sungai tersebut menjadi berkurang.
Secara mikroklimatologi, hutan menjaga stabilitas suhu udara, tidak cepat memanas
dan tidak cepat mendingin. Hal ini masuk akal karena sekitar 70% materi tanaman terdiri dari unsur air.Berdasarkan observasi pada tanah gundul, amplitudo suhunya (=suhu maksimum dikurangi suhu minimum) lebih tinggi dibandingkan tanah yang ditanami rumput. karena itu pada tanah-tanah kritis akan cepat memanas dan cepat mendingin dibandingkan dengan areal hutan. Akibatnya akan semakin tandus, karena cacing dan binatang lain dalam tanah membantu menggemburkan struktur tanah tidak mampu untuk bertahan hidup. Sementara tekstur tanah cenderung berubah menjadi pasir yang yang tidak mampu menyimpan unsur hara dalam tanah.
Dari perubahan permukaan lahan sampai perubahan komposisi udara lokal
dan regional selama beberapa tahun inilah yang menyebabkan suhu udara di Kalimantan Selatan juga mengalami kenaikan, sebagaimana yang di catat di Stasiun Klimatologi Banjarbaru yaitu :
Periode Dasawarsa
Tahun
Suhu Udara (°C)
Kenaikan (°C)
I
1976-1985
26.3
II
1986-1995
26.4
0.1
III
1996-2005
26.8
0.4
Pada periode III (dasawarsa terakhir) ternyata kenaikan suhunya lebih tajam yaitu 0.4 °C. Sedangkan pada dasawarsa sebelumnya (II) hanya 0.1 °C. Bila kenaikan suhu udara dirata-ratakan diperoleh angka sebesar 0.25°C setiap dasawarsa atau sekitar 2.5°C dalam satu abad ( tahun 2100 ), persis pada kisaran kenaikan suhu udara
yang diprediksi oleh IPCC. Tanpa terasa memang bumi kita semakin panas.
Apa yang harus kita lakukan ?
Pengaruh
Global Warming sudah merambah ke Indonesia wabil khusus Kalimantan Selatan. Diperlukan suatu kesadaran masyarakat dan pemerintah untuk setidaknya berupaya mengurangi laju pemanasan yang sedang berlangsung sekarang ini. Salah satunya adalah Gerakan Menanam Pohon Naasional seperti yang dicanangkan pemerintah SBY. Pohon, terutama yang masih muda lebih banyak menyerap karbondioksida, memcahnya melalui proses fotosintesis dan menyimpan karbon dalam kayunya. Dimulai dari kegiatan menanam pohon dipekarangan rumah, melestarikan pohon-pohon yang sudah ada dan melindunginya, mengisi lahan-lahan kosong dipinggir jalan dengan pohon buah ( bukan jualan buah ), dan membuat hutan kota. Bagi pemerintah upaya yang lebih luas misalnya melakukan reboisasi berkesinambungan di areal huta yang rusak, reklamasi dan penanaman pohon di arealpertambangan, penanaman mangrove dan pohon pelindung di pesisir pantai dan lain-lain.
Selain menanam pohon, upaya lain guna menahan laju emisi CO2 ini antara lain, masyarakat diharapkan lebih memanfaatkan sarana angkutan umum, effisien dalam penggunaan kendaraan pribadi, membiasakan bersepeda angin(=onthel)
dan jalan kaki, menghemat pemakaian energi listrik, tidak membakar semak-semak ketika kemarau selain itu juga untuk menghindari terjadinya kebakaran hutan, mengurangi penggunaan plastik, kertas dan lain-lain.
0 Response to "Dampak Global Warming"
Posting Komentar